batampos– Limfedema disebabkan tumpukan cairan getah bening akibat tersumbatnya pembuluh getah bening. Limfedema ini adalah pembengkakan yang umumnya terjadi di daerah lengan, kaki, atau wajah.
“Limfedema adalah salah satu komplikasi yang dialami oleh pasien usai terapi kanker,” kata dr. Rizky Ifandriani Putri, SpPA. Dokter Spesialis Patologi Anatomi Mayapada Hospital Jakarta Selatan dalam keterangannya diterima di Jakarta pada Senin (12/9).
Risiko berkembangnya limfedema tergantung pada jenis operasi yang dilakukan, faktor risiko pasien seperti obesitas atau penambahan berat badan setelah operasi, faktor pengobatan seperti radiasi atau beberapa jenis kemoterapi, dan komplikasi setelah operasi.
Cairan getah bening yang sebagian besar mengandung protein dan sel darah putih (sel darah yang melawan infeksi) merupakan salah satu bagian dari sistem limfatik atau sistem pertahanan tubuh dalam membasmi infeksi.
BACA JUGA: Kanker Tulang Bisa Juga Dialami Remaja, Ketahui Gejala & Pengobatannya
Dalam menjalankan fungsinya, cairan getah bening (cairan limfe) akan beredar di dalam pembuluh getah bening. Ketika terjadi kerusakan pembuluh getah bening, aliran cairan getah bening akan tersumbat dan mengakibatkan pembengkakan di bagian tubuh tertentu.
Seseorang yang menjalani operasi besar, termasuk pengangkatan kelenjar getah bening dan yang menjalani terapi radiasi di lokasi di mana terdapat kelenjar getah bening, memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami limfedema.
Limfedema dapat muncul dua sampai tiga tahun usai operasi, namun risiko tetap ada seumur hidup dan risiko akan meningkat akibat cedera pada anggota badan.
Gejala awal akan dirasakan oleh anggota tubuh atau jaringan yang diterapi, seperti pembengkakan pada lengan atau kaki.
Selain itu ada sensasi berat atau rasa nyeri yang tidak nyaman pada lengan atau kaki serta kulit di area tersebut terasa kencang, mati rasa atau kesemutan.
Pasien juga akan mudah merasa lelah pada lengan atau kaki. Pengerasan dan penebalan kulit (fibrosis kulit).
Meskipun limfedema biasanya bukan kondisi yang mengancam jiwa, limfedema dapat berdampak besar pada kualitas hidup pasien, seperti setelah operasi kanker payudara, memiliki lengan yang bengkak dapat meningkatkan kekhawatiran tentang tampilannya.
Jika limfedema mempengaruhi kemampuan untuk menggunakan lengan atau kaki, ini menghambat aktivitas sehari-hari dan mempengaruhi kualitas hidup
Limfedema dapat mengurangi penyembuhan jaringan dan terkadang menyebabkan nyeri kronis.
Lengan dengan limfedema dapat menyebabkan selulitis, infeksi kulit yang memerlukan antibiotik dan kemungkinan rawat inap.
Tindakan bedah untuk Limfedema
Dalam beberapa kasus, prosedur pembedahan dapat membantu memperbaiki drainase limfatik.
Lymphaticovenous Anastomosis/Anastomosis vena limfatik (LVA) adalah tindakan intervensi bedah mikro di mana beberapa pembuluh limfatik dihubungkan (‘beranastomosis’) ke vena kecil di dekatnya. Dengan menghubungkan pembuluh limfatik yang masih berfungsi ke vena kecil, LVA mem-bypass/melewati pembuluh limfatik yang rusak. Tujuan LVA adalah untuk mendorong kelebihan cairan getah bening yang terakumulasi di jaringan untuk kembali pada sistem peredaran darah di lengan itu sendiri.
Transplantasi kelenjar getah bening – Ini adalah operasi di mana kelenjar getah bening yang sehat dikeluarkan dari satu area tubuh dan ditransplantasikan ke anggota tubuh dengan limfedema.
Kelenjar getah bening tersebut dapat membangun kembali sirkulasi limfatik anggota badan dan memperbaiki gejala.
Selain itu bisa dilakukan dengan mikroskop bersistem visualisasi robotik yang mengkombinasikan teknologi visualisasi optik dan digital.
Mikroskop ini mendukung performa dokter bedah dalam melakukan prosedur pembedahan yang melibatkan pembuluh darah, limfe, dan saraf termasuk pembedahan LVA dan operasi tumor atau kanker.
Kanker payudara merupakan jenis kanker terbanyak nomor satu di Indonesia dan tersering pada wanita.
Kanker payudara dapat menimpa segala usia. Oleh karena itu penting bagi setiap wanita untuk waspada dan melakukan pemeriksaan deteksi dini mulai usia 18 tahun dan dilakukan secara berkala. Diagnosis kanker payudara ditentukan oleh dokter berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi biopsi jaringan benjolan di payudara.
“Dokter Spesialis Patologi Anatomi memberikan laporan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis spesimen biopsi. Laporan tersebut menjelaskan apakah ada lesi non kanker, lesi pre kanker, atau sel kanker. Pada spesimen kanker payudara, seorang ahli patologi juga dapat memberikan informasi terkait ada atau tidaknya reseptor hormonal positif atau penanda lain pada sel kanker pasien, guna membantu klinisi menentukan rencana terapi yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien,” kata dr. Rizky.
“Kejadian limfedema pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena banyak menimpa pasien pasca operasi kanker payudara,” kata Dr. Bayu Brahma, SpB(K)Onk. Dokter Spesialis Bedah Konsultan Onkologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan. (*)
reporter: antara