Sabtu, 27 Juli 2024

Luka Inner Child Berdampak pada Pengasuhan

Berita Terkait

Mengasuh anak menguras berbagai emosi, mulai senang, sedih, hingga marah. Reaksi emosi ortu yang tidak proporsional merupakan salah satu ciri luka inner child. (FOTO DIPERAGAKAN PUTRI RAGIL DAN NADINKA – DITE SURENDRA/JAWA POS)

batampos – Luka inner child berdampak pada pengasuhan. Pernahkah Ayah atau Bunda merasa meledak-ledak hanya karena tingkah kecil buah hati yang nggak menyenangkan? Coba ingat kembali apa perasaan itu baru pertama muncul atau sebelumnya sudah pernah dirasakan. Bisa jadi itu luka inner child atau kebutuhan emosi waktu kecil yang tidak terpenuhi.

Baca juga:Cerita Shireen Sungkar Dua Kali Terkena Kista

Setiap orang memiliki kebutuhan emosional yang harus dipenuhi. Pada anak kecil, pemenuhan emosi itu bergantung pada orang tua atau orang yang terlibat dalam pengasuhan. Kebutuhan emosi sejak masa kecil itu akan terbawa hingga dewasa atau disebut inner child.

“Kebutuhan emosi yang terpenuhi akan menjadi pengalaman yang meyenangkan. Sebaliknya, jika tidak terpenuhi akan jadi pengalaman yang tidak menyenangkan. Makanya ada yang namanya luka inner child,” tutur Melissa Magdalena MPsi Psikolog.

Inner child yang terluka bisa berdampak pada relasi dengan orang sekitar. Mulai pasangan, teman, hingga anak. Karena itu, ortu yang memiliki luka inner child akan kesulitan membangun hubungan dengan anak dalam pengasuhan.

“Misal, anak dipanggil sampai tiga kali nggak menyahut, anak kecil kan kadang kalau lagi asyik main begitu ya. Respons si ortu ini langsung meledak-ledak, merasa ada emosi lain, seperti diabaikan,” ujar Melissa memberi contoh.

Hal yang tadinya sepele, lanjutnya, direspons secara berlebihan. Perasaan diabaikan itu bisa jadi inner child yang tidak terpenuhi saat sang ortu masih kecil.

“Mungkin saat kecil sering diabaikan. Sepele kan. Padahal kita bisa respons dengan santai atau panggil lagi aja,” imbuh psikolog di relasidiri.com itu.

Reaksi emosi yang tidak proporsional jadi salah satu ciri luka inner child. Sementara, mengasuh anak menguras berbagai emosi. Mulai senang, sedih, sampai marah. Jika reaksi emosi ortu intensitasnya selalu tinggi, anak akan melihat itu sebagai cara mengekspresikan emosi. Padahal, kurang tepat.

”Bayangkan, anaknya tidak mau makan atau anaknya ngeberantakin rumah sedikit saja sudah meledak-ledak, marah, mungkin juga berkata kasar. Atau, reaksi emosinya tidak berdaya, merasa tidak bisa apa-apa termasuk mengasuh anak,” beber psikolog anak dan remaja itu.

Apabila merasa memiliki inner child yang terluka memang sebaiknya disembuhkan terlebih dulu. Ortu akan lebih sulit memenuhi kebutuhan emosi anak jika kebutuhan emosinya sendiri belum terpenuhi.
”Ada beberapa pengalaman emosi yang jika dikenang kembali, kita mampu mengatasinya. Namun ada beberapa emosi yang berat bahkan bikin trauma saat mengingatnya perlu bantuan profesional,” ujar Melissa.

Dia mengingatkan pentingnya memenuhi kebutuhan emosional anak. Hal itu memengaruhi cara anak memandang diri mereka dan berinteraksi dengan orang lain.

Pemenuhan kebutuhan emosional itu bisa diekspresikan lewat pemberian cinta dan kasih sayang, pelukan, sentuhan lembut, pujian, dukungan dan semangat, dan empati pada anak.

“Jika tidak optimal atau tidak terpenuhi saat kecil akan terbawa hingga dewasa,” tandasnya.(*)

Reporter: jpgroup

Update