Kamis, 18 April 2024

Menanam Kelor agar Berdaun Lebat dan Berkhasiat, Tak Suka Air, Potong setelah Usia 4 Bulan

Berita Terkait

Tips Mengatasi Anak yang Mengalami Tantrum

Peradangan Gusi Bisa Diobati di Rumah

Warga RT 10, RW 4, Kelurahan Wonorkomo, panen daun kelor. Tumbuhan tersebut diolah menjadi beberapa jenis makanan dan minuman yang bermanfaat untuk mencegah anak stunting. f. ALFIAN RIZAL/JAWA POS

batampos – Mena­nam pohon kelor memang mudah. Tapi, rasa daunnya bisa saja berbeda. Apalagi jika perawatannya salah. Bisa memengaruhi pertumbuhan daun dan mengurangi khasiatnya.

Dijuluki sebagai Kampung Kelor, RT 10, RW 4, Kelurahan Wonokromo, memiliki ratusan pohon kelor. Yang usianya sebulan hingga tiga tahun pun ada. Yang ditanam di pot maupun di kebun juga tersedia. Semuanya lengkap.

Pembibitan dilakukan secara rutin. Kelor ditanam di semua RT. Suyanto, salah seorang inisiator Kampung Kelor, mengatakan bahwa sebetulnya penanaman pohon kelor sangat mudah. Begitu juga perawatannya. Hanya, butuh pemantauan.

’’Empat bulan pertama pohon wajib dipotong,’’ ucapnya. Dengan begitu, tumbuh tunas baru dan bercabang. Daunnya lebat. Selain itu, pertumbuhan lebih rapi.

’’Ini wajib biar daunnya banyak dan rasanya enak,’’ lanjutnya.

Proses pembibitan juga sangat mudah. Cukup dengan mengambil tunas yang ada atau bagian sisa potongan pohon. Biasanya, kata Su­yanto, pohon dipotong 60 sentimeter. Kemudian, ditanam di sekam dan tanah di pot. Bagian bawah tunas atau pohon sisa pemotongan cukup dibersihkan. Setelah itu, ditancapkan di media tanam.

’’Cuma begitu dan bisa tumbuh,’’ jelasnya.

Sementara itu, Ketua RW 4 Kelurahan Wonokromo Soegeng Irianto menyatakan, yang penting kondisi tanahnya. Jangan berada di kubangan air. Sebab, pohon kelor tidak butuh banyak air. Yang ada nanti mati karena busuk.

’’Tanahnya harus kering,’’ ujarnya.

Selain penanamanya yang mudah, pohon kelor tak butuh waktu lama untuk bisa dimanfaatkan. Kurang lebih empat bulan khasiatnya sudah bisa diambil. Sebab, dalam kurun waktu itu, daunnya mulai tumbuh lebat.

Pemanfaatan daun kelor tidak bisa sembarangan. Jika salah, rasanya bisa pahit.

’’Apalagi yang digunakan daun tua. Batang daun tidak boleh diikutkan. Dicuci bersih, lalu diolah sesuai kebutuhan,’’ tambahnya.

Ketua RT 10 Mustofa menambahkan, ada cara agar tunas yang dipotong itu bisa tumbuh cepat. Yakni, diberi jarak 5 sentimeter bagian yang dipotong dengan batang pohon. Cara tersebut bisa membuat akar cepat tumbuh.

Kegiatan di Kampung Kelor tidak hanya menanam, tapi juga memproduksi berbagai olahan daun kelor. Mulai mi kelor, siomay kelor, kue kelor, sirup kelor, hingga teh kelor. Bukan hanya itu, setiap Jumat dan Minggu ada gerakan mengonsumsi olahan daun kelor.

BACA JUGA: Selepas Gantung Raket, Adriyanti Firdasari Berkebun Tanaman Hias

Menurut Mustofa, Jumat merupakan jadwal balita, anak-anak, dan ibu hamil makan olahan kelor. Sementara itu, jadwal orang dewasa makan olahan kelor adalah Minggu. Langkah itu dilakukan untuk mencegah dan mengobati stunting. Termasuk untuk menjaga kesehatan masyarakat. Cara tersebut setidaknya sudah memberikan hasil.

’’Ada empat balita yang mengidap stunting. Dua di antaranya sudah bebas dari stunting,’’ katanya. Karena itu, pemanfaatan kelor terus dimasifkan. Begitu juga penanaman dan pembibitannya.

Ada pun ada beberapa cara pembibitan kelor: Potong tunas berjarak 5 sentimeter dari batang, hindari di media tanam yang basah, rutin dipotong 4 bulan sekali, kurangi penggunaan pupuk, empat bulan daun mulai tumbuh, tempatkan di ruang terbuka, dan harus mendapat sinar matahari. (*)

Repoter: JP  Group

Update