Senin, 12 Mei 2025

Waspadai, Usia Penderita Penyakit Jantung Makin Muda, Berikut Gaya Hidup Tak Sehat yang Jadi Pemicunya

Berita Terkait

Lima Manfaat Jahe untuk Kesehatan

Tujuh Makanan untuk Meningkatkan Imunitas Tubuh

Ilustrasi Gejala serangan jantung. Foto diperagakan model. (Dok. jawapos)

batampos – Tren sekarang penyakit jantung bergeser menyerang kelompok usia muda.

Gaya hidup tidak sehat ditengarai menjadi pemicu serangan penyakit jantung ini.

Menurut Dr dr Yan Efrata Sembiring SpB SpBTKV(K)-VE, ada pergeseran usia pada penyakit jantung ini.

Baca juga: Penting Bagi Para Ortu, Cara Mengungkapkan Cinta Agar Anak Merasa Dicintai

Dokter spesialis bedah toraks, kardiak, dan vaskular, konsultan vaskular dan endovaskular Mayapada Hospital Surabaya menyebutkan dulu rata-rata usia penderita penyakit jantung di atas 60 tahun.

”Sekarang usia 30-an sudah banyak yang kena. Pasien saya paling muda usia 28 tahun,” ujarnya.

Menurut dia, pergeseran usia penderita ini disebabkan oleh berbagai faktor risiko yang sifatnya multifaktorial.

Bukan hanya satu penyebab tunggal, tetapi kombinasi dari gaya hidup yang tidak sehat. Pola makan, misalnya, tak lagi didasarkan pada gizi.

’’Orang sekarang makan bukan mikir sehat atau nggaknya. Yang penting kenyang dan bisa lanjut aktivitas. Akhirnya yang dipilih makanan instan dan praktis, tapi lemaknya tinggi,’’ ujar jelas itu.

Stres juga disebut sebagai pemicu yang signifikan. ’’Usia-usia produktif itu bekerja keras, stres tinggi, dan jarang olahraga. Mobilisasi juga minim. Semua ini faktor risiko,’’ papar Yan.

Belum lagi kebiasaan merokok yang masih tinggi, termasuk rokok elektrik dan konsumsi gula berlebihan.

Meski gaya hidup jadi penyumbang utama, faktor keturunan jangan diabaikan. Faktor genetik tetap memiliki pengaruh terhadap risiko penyakit jantung.

Baca juga: 5 Manfaat Temulawak, Salah Satunya Kurangi Risiko Penyakit Jantung

’’Kalau ada genetiknya, memang risiko serangan jantung makin besar. Tapi genetik itu tidak akan jadi masalah bila tidak ada pemicunya,’’ ungkapnya.

Apabila seseorang membawa gen bawaan dan diperparah dengan gaya hidup tidak sehat, maka risiko menderita penyakit jantung akan semakin tinggi dan bisa datang lebih cepat.

’’Jadi bukan berarti karena tidak ada keturunan (sakit jantung, Red), kita bebas. Banyak juga yang masih muda, tidak punya riwayat keluarga, tapi kena serangan jantung karena gaya hidupnya,’’ lanjutnya.

Orang yang aktif bergerak pun tetap berisiko terserang penyakit jantung.

Yan mencontohkan orang yang tampak sehat, rajin olahraga, tapi tiba-tiba jatuh saat lari atau bersepeda. Menurut dia, bisa jadi mereka sudah memiliki penyakit jantung namun tidak terdeteksi.

Sebab, penyakit jantung koroner kerap tidak menunjukkan gejala khas. Itu sebabnya disebut sebagai silent killer.

“Sebenarnya ada tanda-tanda, tapi tidak spesifik. Yang umum kan nyeri dada menjalar ke bahu. Padahal gejala jantung bisa saja berupa sakit lambung yang tak kunjung sembuh, kembung, sesak, atau badan pegal-pegal,’’ bebernya.

Karena itu, banyak pasien terlambat menyadari hingga terjadi serangan mendadak. Yan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan jantung rutin meski tidak ada gejala, terutama bagi yang memiliki faktor risiko seperti obesitas, diabetes, perokok aktif maupun pasif, dan riwayat keluarga.

Baca juga: Biasakan Olahraga Ringan di Rumah, Bisa Kurangi Risiko Penyakit Jantung

Pemeriksaan bisa berupa EKG,silentsilent treadmill, hingga CT scan jantung. “Kalau kita mengenali faktor risiko dari awal, deteksi dini bisa dilakukan. Jangan menunggu gejala parah dulu,”
ucapnya.

Dalam hal penanganan, tidak selalu harus dioperasi. Saat ini sudah dapat dilakukan tindakan dengan teknik yang lebih canggih seperti Minimally invasive cardiac surgery (MICS) atau bedah jantung minim sayatan.

“Kalau pola hidupnya tidak berubah, risiko serangan berulang tetap tinggi meski sudah pasang ring,” imbuhnya. (*)

Sumber: Jpgroup

Baca Juga

Update