Kamis, 2 Mei 2024

Perilaku FOMO Bikin Masyarakat Indonesia Rentan Kena Tipu

Berita Terkait

Inovasi yang Terinspirasi dari Alam

Manfaatkan Turbin Ventilator di Rumah

Ilustrasi: FOMO, perilaku psikologis yang muncul di era media sosial dan perkembangan platform digital. (Herminahospitals)

batampos – Perkembangan media sosial atau medsos dan platform digital lainnya memunculkan fenomena psikologis baru yang dikenal dengan Fear of Missing Out (FOMO). FOMO secara sederhana adalah rasa takut yang muncul oleh seseorang ketika melihat adanya suatu tren baru.

Jika tidak terlibat atau merasakan tren tersebut secara langsung, ketakutan tersebut yang dikenal sebagai FOMO. FOMO biasanya muncul karena banyak orang di medsos sudah melakukan atau merasakan tren tersebut namun di sisi lainnya ada yang belum, kelompok yang belum ini yang biasanya dilanda FOMO.

Perilaku FOMO di tengah meningkatnya tren belanja online saat ini mendorong PT Global Digital Niaga Tbk (Blibli) menganalisanya sebagai salah satu faktor penyebab semakin tingginya ancaman dan risiko penipuan online. Fakta tersebut muncul melalui eksperimen sosial yang digagas platform belanja daring tersebut belum lama ini.

Bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Asosiasi Ecommerce Indonesia atau idEA, para pemilik merek, media massa dan komunitas, Blibli mengungkap bahwa perilaku FOMO di masyarakat ini punya dampak yang serius.

Baca Juga:Setahun Lebih Kerap Dianiaya dan Diporoti Pacar, Safa Marwah: Dia Menjanjikan Akan Menikahi Saya

Salah satu yang banyak muncul sebagai dampak dari perilaku FOMO masyarakat di Indonesia adalah jadi korban penipuan online. Melalui eksperimen sosial di laman Vomoshop, terlihat potensi penipuan yang bisa dialami orang masyarakat Indonesia, sekaligus melakukan edukasi literasi berbelanja online yang aman lewat seruan #IngatVOMO, yang merupakan akronim dari Verifikasi, Observasi, Mudah Akses Info dan Ofisial rekening platform untuk transaksi online-nya.

Untuk mengetahui seberapa jauh literasi digital dan kesadaran diri pengguna dalam menjaga keamanan siber saat bertransaksi online, eksperimen sosial ini menyertakan rangkaian mulai iklan digital dengan penawaran harga tidak masuk akal pada laman Vomoshop dan mengajak masyarakat untuk checkout dengan informasi transaksi ke rekening pribadi yang tidak resmi.

Adapun, mengingat tujuan eksperimen sosial ini adalah edukasi, situs pun dirancang sedemikian rupa untuk tidak meminta data pribadi pengunjung dan tanpa ada pembayaran yang dilakukan, dimana perjalanan pengunjung ketika checkout berakhir di laman edukasi #IngatVOMO.

Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan, lebih dari 63 ribu visitor merespon dengan mengakses situs. Sejumlah fakta menarik ditemukan, di antaranya warga Jakarta menjadi jawara korban FOMO dan perempuan menjadi yang paling FOMO kala belanja online.

Dari segi demografi usia, warga usia 25-34 tahun menjadi yang paling mudah terpancing mengunjungi situs, disusul warga usia 18-24 tahun. Dihadapkan pada pilihan checkout produk yang diminati, 4 dari 5 warga ternyata memutuskan checkout belanja, membuktikan mayoritas warga masih rentan terjebak tipu-tipu online akibat FOMO daripada #IngatVOMO.

Yang tak kalah menarik, hasil kolaborasi bersama sebuah akun Instagram bernama @ecommurz, biggest tech workers community mengungkap sebanyak 1 dari 2 follower yang terpapar konten yang dibagikan kemudian mengunjungi situs Vomoshop dan berujung pada segera checkout produk incaran.

Hal ini menunjukkan bahwa tipu tipu online dapat terjadi pada siapapun, termasuk mereka yang dipandang tech savvy. Lebih jauh lagi, temuan ini mengajak para influencer agar bertanggungjawab mengecek kebenaran konten yang dibagikan kepada pengikutnya.

Produk yang paling banyak membuat orang khilaf untuk segera checkout adalah barang-barang elektronik rumah tangga, diantaranya TV, vacuum cleaner dan hair dryer kekinian. Disusul dengan produk gaming. Banting harga fantastis menjadi alasan utama warga tergiur untuk checkout, terlihat dari 2 dari 3 visitor tergiur checkout laptop gaming seharga Rp 30 juta yang dibanting menjadi Rp8 juta rupiah.

Bahkan tingkat ke-FOMO-an warga melonjak nyaris 80% dengan tambahan info promo berlaku ‘cuma hari ini aja’ pada materi iklan. Adapun, dari 7% visitor yang lebih berhati-hati mengungkap dua alasan utama mereka mantap tidak checkout, yakni tidak yakin produk yang ditawarkan orisinal dan tokonya dipandang tidak meyakinkan.

Septriana Tangkary, Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim, Kemenkominfo mengatakan, pihaknya mengapresiasi langkah inovatif Blibli dalam meluncurkan situs Vomoshop sebagai upaya mengedukasi pelanggan untuk melawan kejahatan tipu tipu belanja online.

Melansir penilaian berdasarkan Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM), skor Indonesia pada tahun 2022 sebesar 64,48 dari skala 1-100. Angka tersebut dinilai masih perlu ditingkatkan dan terus menjadi isu nasional yang butuh perhatian dari berbagai pihak.

“Apa yang dilakukan oleh Blibli sejalan dengan upaya kami dalam memperkuat pilar-pilar literasi digital, yang salah satunya adalah digital safety. Upaya tersebut berguna meningkatkan kesadaran perlindungan dan keamanan data diri, sehingga masyarakat Indonesia bisa lebih cermat dan bijak dalam berbelanja online di era transformasi digital saat ini,” jelas Septriana.

Sementara itu, Edit Prima, Direktur Keamanan Siber dan Sandi Keuangan, Perdagangan dan Pariwisata di BSSN menyampaikan, Indonesia sedang menghadapi lonjakan kejahatan siber terlihat dari hampir 1,6 miliar traffic anomalies per Desember 2022 dengan potensi kerugian mencapai Rp 14,2 triliun.

“Tentunya kejahatan siber ini perlu menjadi perhatian bersama dan perlu sinergi para pelaku industri dalam menangani dan meningkatkan edukasi publik terhadap bahayanya,” jelas Edit.

Sementara itu, Bima Laga, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) memaparkan, pasar digital Indonesia masih sangat membutuhkan edukasi untuk menjadi matang. “Bagaimana bersikap bijak saat berbelanja secara daring, sekaligus mampu berpikir kritis ketika menemukan kejanggalan yang berpotensi menimbulkan kerugian,” terang Bima.

Kemudian, berdasarkan data simulasi Vomoshop, sebanyak 71% korban FOMO sudah mengetahui bahaya transaksi ke rekening pribadi namun tetap dilakukan. Padahal, seharusnya hal tersebut tidak dilakukan.(*)

Reporter: jpgroup

Update