Sabtu, 27 Juli 2024

Film Dear Jo: Almost is Never Enough Angkat Isu Ibu Titipan

Berita Terkait

Para pemain Dear Jo: Almost is Never Enough (f.Shafa Nadia/Jawa Pos)

batampos – Monty Tiwa melahirkan film keempatnya tahun ini, yakni Dear Jo: Almost is Never Enough. Bertindak sebagai sutradara dan penulis skenario, Monty mengangkat isu ibu pengganti yang masih jarang dibahas di industri perfilman tanah air.

Bahkan, aturannya pun dilarang oleh pemerintah Indonesia. Monty menyatakan, isu itu diambil bukan untuk memengaruhi peraturan yang ada. Sebab, yang jadi fokusnya dalam Dear Jo: Almost is Never Enough adalah pesan tersirat yang ditampilkan dari hubungan yang ada.

Baca Juga:Warner Bros. Minta Maaf atas Parodi Barbenheimer

Setiap karakter dimunculkan saling menguatkan meski dalam kondisi hancur. ’’Kalau saya sih gitu, bukan ke surrogate, tapi lebih ke cinta. Cinta suami ke istri, cinta kepada sahabat, cinta antara ayah dan anak,’’ tutur Monty saat gala premiere di Epicentrum XXI, Jakarta Selatan, Rabu (2/7) malam.

Menurut dia, tidak semua isu sosial yang diangkat dalam film sengaja ditujukan untuk menyuarakan kegelisahan. Apalagi, menggaet massa untuk mendorong pemerintah agar memperbolehkannya. ’’Kalau saya bikin film tentang narkoba, lalu orang berubah jadi baik karena narkoba, kan bukan berarti saya melegalkan narkoba. Logikanya aja. Jadi, nggak mungkin lah,’’ terang sineas 46 tahun itu.

Dear Jo: Almost is Never Enough mengisahkan pasangan suami istri Jo (Jourdy Pranata) dan Maura (Salshabilla Andriani) yang memimpikan keturunan. Maura yang memiliki masalah pada rahimnya meminta sahabatnya, Ella (Anggika Bolsterli), untuk meminjamkan rahim guna melahirkan anak mereka.

Sebagai imbalannya, Jo dan Maura telah menyiapkan uang tunai yang nilainya besar. Ella yang berstatus janda satu anak dan dilanda masalah perekonomian pun mengalami dilema. Apalagi, persahabatan mereka telah berjalan puluhan tahun selama ketiganya menetap di Baku, Azerbaijan.

Menjalani syuting di Azerbaijan, para pemain dituntut untuk bisa berbahasa lokal dengan fasih. Selain menjalani latihan singkat di luar proses reading, Anggika, Jourdy, dan Salshabilla membiasakan diri untuk berkomunikasi dalam bahasa Azerbaijan. ’’Belajar bahasanya tuh cuma empat hari. Jadi, ada gurunya yang memang orang asli sana,’’ ucap Anggika.

Selain itu, hambatan lain dirasakan karena perbedaan faktor cuaca. Datang di bulan Desember, mereka syuting di tengah cuaca ekstrem yang mencapai -5 derajat Celsius.

Kondisi itu membuat mereka sulit untuk menjaga kestabilan tubuh dan suasana hati. ’’Jaga mood dan fokus sama dialog di tengah cuaca dingin tuh tantangan banget. Nggak gampang ternyata,’’ ujar Anggika.

Hal yang sama dialami Jourdy. Aktor 29 tahun itu memaparkan, dinginnya cuaca Azerbaijan bikin dirinya sulit berbicara dengan lancar. ’’Di sana lagi winter dan berangin. Sebetulnya ada beberapa dialog yang kelihatan menggigilnya. Muka merah kayak pakai blush,’’ kenang Jourdy. Film Dear Jo: Almost is Never Enough bakal tayang di bioskop mulai 10 Agustus mendatang. (*)

Reporter: Jp group

Update