batampos – Daun aglaonema widuri dan komkom perlu dipijat supaya mempunyai pola daun melingkar atau rounf set. Selain itu nutrisi yang tepat juga diperlukan suapaya tampilan daun glowing.
Hal ini dikatakan Agus Winardi, salah seorang perawat aglaonema di kebun Aglaonema yang berada di Desa Entalsewu, Buduran. ”Agar bisa berbentuk round set, aglaonema harus dipijat secara berkala setiap hari atau dua kali sehari selama kurang lebih dua bulan,” katanya.
Memijat yang dimaksud Agus adalah menekan-nekan secara perlahan batang daun aglaonema. Hal itu ditujukan agar daun bisa membentuk pola melingkar atau dalam istilah penggemar adalah round set.
Menurut Agus, semua aglaonema bisa dipijat untuk membentuk pertumbuhan daun yang diinginkan. ”Sebenarnya banyak bentuknya, tapi memang yang paling sering dibuat kontes adalah round set atau melingkar,” katanya.
Pemijatan bisa dilakukan saat aglaonema sudah menginjak remaja atau lebih dari dua tiga bulan. ”Biasanya ditujukan saat mau kontes agar terlihat lebih tertata dan elegan,” ucapnya.
Baca juga: Merawat Tanaman Alocasia Dragon Silver Bebas Tungau dan Berdaun Lebar
Agus menyarankan pemijatan daripada mengelap. Katanya mengelap atau menggosok daun aglaonema jenis apa pun akan merusak bulu-bulu halus yang ada di daun tersebut.
Bulu-bulu kecil dan halus di daun itu merupakan mekanisme perlindungan diri aglaonema terhadap hama dan kotoran. ”Kalau dilap, kemudian pakai sabun sama saja merusak itu. Nanti anggap saja dilap seminggu sekali, dua bulan daun sudah layu,” ujarnya.
Agus mengatakan, tidak boleh sembarangan merawat dan menjaga agar daun aglaonema tetap kinclong. Menurut dia, membersihkan daun aglaonema dengan menggunakan sabun pencuci piring juga akan menimbulkan dampak buruk.
Alhasil, untuk menjaga agar daun aglaonema tetap glowing, dia membuat ramuan sendiri menggunakan bahan-bahan organik. ”Alami, saya pakai dari sisa tanaman dan beberapa buah untuk mengilapkan daun aglaonema,” tuturnya.
Menurut Agus, jika tidak bisa meracik atau kerepotan untuk meracik ramuan pengilap daun dari bahan organik, lebih baik menggunakan air untuk membersihkannya. ’’Lebih baik air sungai atau sumur dan semprotkan, jangan dilap begitu,’’ tuturnya.
Sementara, pemilik kebun aglaonema di Desa Entalsewu, Buduran, Rizky Kusuma Wardhani mengatakan untuk jenis widuri dan komkom, ada puluhan tanaman yang terjual setiap bulan.
Kiki, sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa aglaonema widuri menjadi primadona ibu-ibu. Hal tersebut disebabkan corak merah yang berbentuk pola seperti urat memiliki daya tarik tersendiri. ”Warnanya merah merona, tapi masih ada hijau-hijaunya sehingga cukup unik dan banyak yang suka,” tuturnya.
Di sisi lain, harga widuri biasa tergolong terjangkau, yaitu Rp 300 ribu. Menurut wanita 25 tahun itu, ada tiga varian aglaonema widuri di kebunnya. Selain widuri biasa, ada widuri tulang putih dan tulang merah. Untuk dua varian widuri tersebut, menurut Kiki, kebanyakan peminatnya merupakan kolektor.
Sementara itu, widuri biasa dan widuri tulang merah memiliki perbedaan meski coraknya sama-sama berwarna kemerahan. Widuri tulang merah memiliki pola guratan berwarna merah lebih sedikit dibandingkan widuri biasa. Widuri tulang merah juga memiliki warna kemerahan hanya pada tulang tengahnya. Dinamakan ada ’’tulang’’ karena warna merah atau putih muncul di tulangnya.
Baca juga: Pembiakan Kembang Sepatu Impor Perlu Hawa Dingin
’’Awalnya kan memang widuri biasa dengan warna merah di pola dan tulang tengah. Kemudian mutasi warna merahnya jadi hanya di tulangnya. Selanjutnya, mutasi warna merahnya hilang jadi putih,’’ jelasnya.
Berbeda dengan widuri, komkom memiliki setidaknya empat jenis varian sesuai warnanya, yaitu oranye, pink, fanta, dan putih. Varian komkom pink menjadi primadona. Sebab, warnanya lebih pekat dibandingkan yang lainnya. Jika dibandingkan varian lain, varian pink juga memiliki harga yang terbilang cukup murah, yaitu di bawah Rp 1 juta. ’’Peminat varian pink memang orang awam seperti ibu-ibu yang suka warna-warni,’’ kata Kiki.
Yang paling mahal dari keempat jenis komkom adalah fanta. Harga di pasaran berkisar Rp 1–2 juta. Keempat varian komkom memiliki motif yang hampir sama, cuma berbeda warna. Daunnya, selain hijau, yang mendominasi. ”Jadi, di daun motifnya kayak memenuhi gitu. Warnanya dikelilingi hijau dan ada titik-titik sedikit hijau juga kadang,” tuturnya.
Menurut Kiki, mutasi warna daun aglaonema atau dalam bahasa Indonesia sri rezeki menentukan harganya akan semakin murah atau mahal. ”Dan balik lagi, kebanyakan memang mutasi warna yang menentukan harganya,” ujar Kiki sambil sesekali mengecek daun-daun aglaonema miliknya.
Ditambahkan Agus Winardi, untuk perawatan aglaonema dengan jenis apa pun, baik mahal ataupun murah, tidak ada bedanya. ’’Rutin siram dan pemupukannya minimal dua minggu sekali untuk penguatan akarnya,’’ ujarnya. (*)
Reporter : JPGroup