batampos – Self healing bukan sekadar liburan. Masih bnayak masyrakat yang kerap menyebut self helaing atau penyembuhan diri sebagai kegiatan rekreasi atau liburan belaka.
Menurut psikolog klinis dan forensik A. Kasandravati Putranto tidak sedikit dari masyarakat yang beranggapan bahwa self healing berarti bepergian ke tempat-tempat mahal atau sekedar jalan-jalan yang menguras keuangan.
”Padahal, tidak semua orang dapat disembuhkan dengan cara tersebut,” kata perempuan yang juga Humas Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu pernyataannya kepada ANTARA, Selasa.
Pada dasarnya, kata Kasandra, self healing merupakan sebuah proses penyembuhan yang dilakukan secara mandiri dari luka batin, trauma, atau mental yang sudah terlalu lelah.
“Secara psikologis, mereka yang memerlukan self healing adalah mereka yang baru mengalami kejadian atau kondisi yang menantang secara emosional atau mungkin mengalami masalah kesehatan, baik fisik maupun mental,” katanya.
Ia mengatakan istilah self healing yang populer di kalangan muda saat ini sering diikuti dengan pemenuhan kebutuhan merawat diri, namun bisa juga mengandung risiko semakin stres dan merasakan beban yang bertambah.
Baca juga: Jaga Kesehatan Mental dengan Self Healing di saat Pandemi
Namun, lanjut Kasandra, self-healing atau penyembuhan diri juga merupakan metode yang dapat dilakukan dalam kondisi baik itu sakit maupun ketika sehat.
Ia mengatakan bahwa pada dasarnya semua individu memiliki tantangan yang harus dihadapi. Sebagian mungkin memiliki tantangan emosional, yang lain memiliki tantangan fisik, serta beberapa dari orang-orang memiliki keduanya.
“Untungnya, manusia sebenarnya memiliki banyak kekuatan untuk membuat perubahan positif pada kesejahteraan diri. Seseorang dapat mengubah cara berpikir dan cara melakukan sesuatu agar tercipta sebuah upaya ‘menyembuhkan diri’ dan pulih dari kesulitan yang dialami,” kata Kasandra.
Mengutip Tchiki Davis dari Berkeley Well-Being Institute, Kasandra menyebutkan sejumlah cara self healing yang dapat dilakukan antara lain memiliki rasa belas kasih terhadap diri sendiri (tahu batasan diri), mempunyai waktu tidur cukup, melatih pernapasan, meditasi, mendengarkan musik yang menenangkan, membuat jurnal harian, melatih afirmasi diri, memakan makanan sehat dan menjauhi makanan tidak sehat, meminum teh herbal, serta berolahraga dengan cukup.
Menurutnya, fenomena penggunaan istilah healing yang semakin marak tersebut bisa jadi karena masyarakat lebih sadar mengenai isu kesehatan mental, namun sebagian lain juga mengandung risiko bahaya mendiagnosis diri sendiri atau self diagnose.
“Masyarakat menjadi mudah terbawa penegakan diagnosa sendiri, dengan menilai diri sendiri mengalami gangguan psikologis, mulai dari burn out, fatigue, trauma, depresi, dan lain-lain sehingga memerlukan penanganan psikologis khususnya ‘healing’ yang banyak diterjemahkan dengan kegiatan rekreasi dan liburan,” ujar Kasandra. (*)
Reporter : Antara