batampos – Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) belum lama ini diketahui mengirimkan sampel ragi ke luar angkasa. Perjalanan singkat ke luar angkasa untuk beberapa sampel ragi ini diklaim berpotensi menjadi capaian ilmiah besar bagi umat manusia setelah kolaborasi eksperimental antara NASA dan para peneliti di University of British Columbia.
Ketika misi bulan Artemis 1, NASA menembakkan roket pertamanya ke luar angkasa tepat sebelum jam 2 pagi pada 16 November tahun lalu. Roket itu meninggalkan Cape Canaveral, Florida, dengan pod seukuran kotak sepatu yang diisi dengan sampel ragi dan alga. Sampel ini dikirimkan sebagai bagian dari proyek yang dipimpin oleh Profesor ilmu farmasi UBC Corey Nislow.
Sampel ragi tersebut dikirim terbang jauh ke luar angkasa untuk melihat bagaimana keadaannya saat kembali ke Bumi pada 11 Desember dilaporkan berhasil bertahan saat terpapar radiasi kosmik. Ragi diketahui memiliki susunan genetik yang mirip dengan manusia.
Baca juga: Anak Mulai Kasar dan Agresif, Ini Tips bagi Ortu
Tujuan akhirnya adalah menemukan cara untuk melindungi astronot dan calon anggota koloni ruang angkasa masa depan dari sinar berbahaya yang sama. Selain itu, tujuan dari penelitian ini sekaligus menegaskan kembali mengenai kemungkinan membangun kehidupan di luar bumi.
“Pada tahun 2030 saya tahu NASA memiliki rencana untuk pemukiman permanen di Bulan,” kata Nislow kepada As It Happens CBC.
Diketahui, misi Artemis NASA, yang dikontribusikan oleh Badan Antariksa Kanada, berniat mengirim manusia ke bulan. Nislow percaya sampel yang dia bawa pulang dari Florida setelah perjalanan mereka ke perbatasan terakhir memiliki potensi besar untuk membantu para ilmuwan merancang cara agar manusia tetap aman di luar angkasa.
Nislow mengatakan ragi dan alga memiliki sekitar 70 persen gen yang sama dengan manusia, termasuk gen RAD51 yang penting untuk membuat protein guna memperbaiki DNA.
Ada potensi, kata Nislow, bahwa para ilmuwan dapat memperoleh informasi yang cukup dari sampel untuk membuat obat yang akan mengirimkan MRNA RAD51 tambahan kepada orang-orang yang pergi ke luar angkasa dan menjaga mereka tetap aman.
“Jadi kami melengkapi para astronot ini secara genetik tanpa mengubah DNA mereka,” katanya, merujuk pada vaksin Covid-19 sebagai contoh sukses pengiriman MRNA.
Astronot Kanada Chris Hadfield, mantan komandan di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), telah mengalami dampak radiasi kosmik secara langsung. Dia mengatakan medan magnet bumi melindungi daging manusia dari radiasi matahari dan bintang, tetapi ketika Anda berada di atas atmosfer, Anda kehilangan sebagian besar perlindungan itu.
Hadfield berkata ketika Anda menutup mata di pesawat ruang angkasa, Anda melihat kilatan cahaya karena radiasi yang masuk melalui saraf optik Anda. “Jika kita ingin tinggal di tempat lain, entah bagaimana kita perlu menemukan cara untuk melindungi diri kita dari radiasi alami yang ada di tempat lain di alam semesta,” terang Hadfield.
Ketika misi Artemis 1 diluncurkan pada November, Menteri Inovasi Sains dan Industri Kanada Francois-Philippe Champagne mengumumkan astronot Kanada akan berada di armada Artemis II sebagai bagian dari kru yang akan melakukan perjalanan ke orbit bulan pada tahun 2024.
Ini akan menjadi pertama kalinya orang Kanada melakukan perjalanan ke luar angkasa. “Kami ingin mencoba dan menjaga kesehatan mereka,” kata Hadfield tentang misi yang tertunda itu. “Jika kita dapat menemukan cara untuk mengurangi risiko itu, itu akan membuat semua penerbangan luar angkasa menjadi lebih mudah,” ungkapnya.
Dia mengatakan puluhan tahun yang lalu, orang tidak memiliki teknologi untuk bertahan hidup di Antartika dan sekarang, ada ratusan orang yang melakukan penelitian di wilayah tersebut.
“Sekarang, kita hampir melakukan itu di bulan,” kata Hadfield. “Ini adalah waktu yang luar biasa dalam sejarah bahwa semua ini terjadi,” tandasnya.
(*)
Reporter: jpgroup