batampos – Ada lahan kosong, Shien Shien langsung memenuhinya dengan tanaman buah dan sayur dengan metode berkebun di green house (rumah kaca). Jika hasilnya sedikit, dia konsumsi sendiri. Saat panen melimpah, dia bagikan ke siapa pun yang ingin membeli. Saat dimakan lebih sehat.
Green House seluas 400 meter persegi itu baru terisi separo saja. Sebagian ditanami melon yang sudah tumbuh buah, tapi baru dua bulan lagi bisa dipetik. Tepat di sebelahnya, tanaman basil tumbuh rindang dan segar. Di atasnya, merambat tanaman anggur yang buahnya sudah bergelantungan tertutup kantong. ’’Lahan sisanya belum kepikiran mau ditanami apa. Masih mikir,’’ ujar Shien Shien.
Niat awalnya mendirikan greenhouse pada 2019 adalah ditanami melon seluruhnya. Namun, lokasi lahan berada di kawasan perumahan. Jadi, sisi samping dan belakang tertutup tembok. Sinar matahari akan susah masuk ke greenhouse. Sementara itu, melon membutuhkan banyak matahari untuk tumbuh. ’’Jadi, saya tanam di bagian lahan yang kena matahari saja. Sampingnya kan masih kosong. Karena saya suka basil, coba tanam benihnya, ternyata tumbuh,’’ cerita wanita yang tinggal di kawasan Surabaya Barat itu.
Baca Juga:Genre Horror Komedi, Film ‘Agak Laen’ Akan Tayang Awal Tahun 2024
Saking banyaknya basil yang tumbuh, dia olah lagi jadi pesto dan basil garlic butter. Untuk kemudian dia jual. Saat panen hasil kebun lainnya pun demikian. Niat hati untuk konsumsi pribadi. Namun, karena berlimpah, dia bagikan ke orang terdekat hingga dijual ke siapa pun yang mau. ’’Melon pun menurut temen-temen lebih manis. Sampai dikira disuntik pemanis. Mungkin karena cuaca Surabaya, melon kan minta panas,’’ imbuhnya.
Menurut dia, tanaman yang ditanam sendiri lebih tahan lama. Apalagi, Shien Shien tidak menggunakan pupuk kimia sehingga tanaman lebih sehat. Dia mengolah sendiri pupuk kompos dari sampah organik dan daun kering. Pupuk kandang hanya menjadi tambahan. Dia bahkan membuat eco-enzyme sendiri dari campuran sayur, buah, dan ampas ikan sebagai penyubur tanaman. ’’Saya petik tomat yang sudah merah ditaruh di atas meja sampai 1–2 minggu masih bagus. Nggak layu atau kering,’’ tambah owner Arunika Garden saat ditemui Jawa Pos di kebunnya pada Jumat (24/11).
Di luar greenhouse, masih tersisa sedikit lahan di pinggir jalan yang tak Shien Shien biarkan kosong. Ada pohon jambu air, kale, srikaya jumbo, jeruk bali, hingga kelengkeng. Di teras rumahnya juga dia tanami mangga, anggur brasil, juwet putih, dan bunga-bungaan sebagai pelengkap kebun.
“Sebenarnya bisa beli di pasar ya, tapi sensasi bertanamnya, kemudian menikmati hasil kerja keras kita, mau hasilnya kecil atau apa itu, tetap happy. Perasaan happy itu yang nggak bisa dibeli,” ungkapnya.
Shien Shien senang dengan tanaman yang unik-unik. Beberapa koleksinya berasal dari benih impor. Ada cha-om yang bau daunnya mirip petai hingga walang sangit yang jadi ketumbarnya orang Thailand dan Vietnam. Saat ini, dia juga tengah belajar bertanam bunga anggrek yang tidak mudah.
“Karena otodidak, jadi ya ini semua tempat belajar saya. Yang pasti, kalau bertanam itu, harus sabar dan telaten. Saya pernah saking penginnya cepat berbuah, saya semprot enzim, terus akhirnya kelebihan nutrisi,” ungkapnya. Kini, dia tak pernah memaksakan tanamannya cepat berbuah. Shien Shien mulai paham bahwa semua ada masanya untuk berbuah. (*)
Reporter : jp group