batampos – Enam teknik melawan rasa malas ala orang Jepang ini bagus diterapkan bagi kamu yang suka dilanda rasa malas. Salah satunya teknik shoshin yaitu “Tetaplah merasa bodoh, dan tetaplah belajar”
Rasa malas adalah sesuatu yang dirasa sulit untuk dilawan. Niat saja tak pernah cukup untuk dapat keluar dari situasi tersebut. Pada dasarnya, rasa malas ini timbul karena tidak adanya motivasi seseorang, yang akhirnya membuatnya tidak bergairah dalam melakukan aktivitas apapun.
Kemalasan sangat berbahaya, seperti narkoba, rasa malas akan menimbulkan efek ketergantungan jika tak segera ditangani.
Lawan kata malas adalah disiplin. Dan ketika membicarakan soal disiplin, pasti yang berada dibenak seseorang adalah negara Jepang.
Ya, negara ini sangat terkenal dengan kedisiplinannya yang diacungi jempol oleh banyak negara.
Terkenal dengan gaya hidup masyarakatnya dalam bekerja, membuat Jepang menjadi salah satu negara yang produktivitasnya cukup tinggi.
Baca juga:Brain Fog, Sering Ngeblank Dipicu oleh Stres, Ini Cara Menanganinya
Selain itu, konon Jepang terkenal dengan banyak konsepnya yang dapat mengusir kemalasan dan meningkatkan motivasi untuk terus maju.
Simak beberapa konsep dan teknik melawan rasa malas ala Jepang yang dikutip dari andersenbeauty.com dibawah ini.
1. Kaizen
Kaizen mengacu pada fokus pada perbaikan kecil, setiap hari. Bertujuan untuk menjadi 1 persen lebih baik setiap hari daripada berjuang untuk mencapai kesempurnaan sejak awal. Kaizen mendorong tercapainya tujuan-tujuan kecil yang dapat dicapai dan pencapaian yang lambat.
Contoh yang dapat dilakukan:
Merapikan tempat tidur sebelum meninggalkan kamar di pagi hari. Sebuah praktik kecil ini dianjurkan untuk kesehatan mental.
Seseorang akan berterima kasih pada dirinya sendiri atas perbaikan kecil yang telah dilakukannya itu, ketika ia mengunjungi kembali kamar tidur di malam harinya.
2. Shinrin-Yoku
Shinrin-Yoku adalah praktik untuk meluangkan waktu di luar ruangan (alam). Praktik ini adalah banyak manfaat bagi pikiran, tubuh, dan jiwa.
Contoh yang bisa dilakukan:
Seseorang dapat menerapkan teknik ini hanya dengan mengunjungi taman kota, atau bahkan halaman rumahnya sendiri.
Bayangkan hutan Akasawa yang tenang di Nagano. Hutan padat penduduk dengan pohon cemara Jepang berusia berabad-abad dan aliran sungai yang tenang.
3.Ikigai
Ikigai mendorong seseorang untuk dapat mencari makna dan kepuasan dalam hidup, serta mendorong motivasi untuk bangun setiap hari dengan semangat juga antusiasme yang tinggi.
Ikigai memiliki empat poin penting untuk melawan rasa malah seseorang. Poin-poin tersebut, terdiri dari:
•Lakukan apa yang disukai
•Lakukan apa yang dikuasai
•Lakukan apa yang dibutuhkan dunia
•Lakukan apa yang bisa membuatmu dibayar
4. Hara Hachi Bu
Sebuah konsep praktis, bahwa seseorang yang makan terlalu banyak, seseorang itu akan cenderung merasa malas atau lesu.
Oleh sebab itu berhati-hatilah dalam memilih kualitas dan kuantitas makanan. Carilah makanan yang menghasilkan energi di siang hari dan makanan yang membuat perut nyaman di malam hari.
Pemilihan menu makanan yang baik dan menyehatkan juga sudah tak asing lagi bagi para penggiat self-growth.
5. Wabi Sabi
Wabi-sabi adalah konsep untuk melihat keindahan dalam kehidupan yang tidak sempurna, atau orang-orang menyebutnya memahami keindahan dalam ketidaksempurnaan.
Lupakan gagasan tentang kekurangan dan mulailah merangkul diri, masa lalu dan masa kini yang tidak sempurna.
Konsep ini mengajak seseorang untuk melakukan yang bisa mereka lakukan, tidak perlu melakukan hal yang sempurna dan sulit.
Contoh lainnya, lihatlah keindahan pada daun-daun kering yang gugur dari pohonnya, tidak mengeluh ketika melihat bekas luka dikulit, atau menghargai diri sendiri dengan segala kekurangannya.
6. Shoshin
‘Tetaplah merasa bodoh, dan tetaplah belajar’ itulah kalimat yang menggambarkan konsep Shoshin ini.
Shoshin merupakan konsep dari budhaisme Jepang yang mengajarkan bahwa untuk mencapai sebuah kemajuan, seseorang perlu mempertahankan pikiran seorang pemula atau pikiran yang terbuka.
Cobalah memulai tugas atau tujuan baru dengan mempertimbangkan perspektif yang tidak memihak.
Misalnya, ketika bertemu seseorang yang baru, jangan langsung mengasumsikan sesuatu tentang mereka berdasarkan penampilan atau apa yang orang lain katakan tentang mereka.(*)
Reporter: jp group