batampos – Bagi pemula yang ingin mencoba untuk menanam hortikultura di halaman rumah, alpukat cipedak mungkin bisa jadi pilihan pertama. Tanaman asli Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu dikenal ’’bandel”.
Alpukat menjadi salah satu buah paling digemari semua kalangan. Selain rasa, khasiat dari buah tersebut sering kali menjadi alasan utama alpukat banyak dicari. Sebut saja, menurunkan kolesterol hingga merawat kesehatan kulit.
Di Indonesia, setidaknya ada 23 varietas unggul untuk alpukat. Dari jumlah tersebut, varietas alpukat cipedak diklaim menjadi primadona. Alasannya, varietas itu paling adaptif dan rasanya khas.
Adaptif, menurut pembudi daya alpukat cipedak, Ahmad Fahrizal, artinya bisa ditanam di mana saja. Baik itu di dataran rendah maupun dataran tinggi, mulai ketinggian 15 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 1.500 mdpl.
”Ia ini bandel. Ibarat kata ditanam asal-asalan saja bisa tumbuh,” ujarnya, Rabu (8/6).
Bahkan, tak jarang di pekarangan-pekarangan rumah warga Jakarta yang notabene sempit, tanaman yang dulu dikenal sebagai alpukat miki tersebut tetap bisa tumbuh subur dengan hasil panen melimpah. Dalam setahun, bisa dua kali panen. Menariknya lagi, pertumbuhan itu tak membuat lantai rumah rusak. Sebab, biasanya akar tanaman pohon yang tumbuh besar di pekarangan sempit akan menjalar hingga tembus ke lantai.
”Alpukat cipedak tidak. Akarnya tunggang, ke bawah,” jelasnya.
Selain itu, varietas yang resmi disertifikasi Kementerian Pertanian (Kementan) pada 2015 tersebut tahan hama dan penyakit. Terutama hama ulat yang kerap menghantui tanaman buah.
”Begitu pula dengan lalat buah,” kata pria yang akrab disapa Izay tersebut.
Sebab, imbuh dia, alpukat itu, meski matang di pohon, tak bisa serta-merta bisa dikonsumsi. Setelah dipetik, harus dilakukan penyimpanan beberapa hari hingga siap dimakan.
Dari segi rasa, alpukat cipedak juga dipastikan Izay tak kalah dengan alpukat lainnya. Cita rasanya yang gurih seperti mentega kian memanjakan lidah saat dipadukan dengan daging buah yang tebal. Apalagi, teksturnya lembut.
Tak heran bila dalam tiga tahun terakhir, varietas tersebut menjadi incaran. Izay sudah menjual puluhan ribuan bibit alpukat cipedak ke berbagai daerah di Indonesia. Pembibitan yang dilakukan dengan sambung pucuk dini sukses membuat tanaman cepat berbuah dengan cita rasa sama. ”Usia 3-4 bulan sudah bisa ditanam,” ujarnya.
BACA JUGA: Selepas Gantung Raket, Adriyanti Firdasari Berkebun Tanaman Hias
Cara penanamannya pun sederhana. Dia mengatakan, cukup membuat galian lubang dengan ukuran 50 x 50 x 50 meter. Lalu, pisahkan lapisan tanah atas dan bawah. Lapisan tanah atas diaduk dengan pupuk kandang (pukan). Setelah itu, isi lubang tanam dengan sebagian tanah yang sudah dicampur dengan pukan.
Kemudian, masukkan bibit. Usahakan berada di tengah, tidak terlalu ke dalam maupun terlalu ke atas. Lepaskan polybag pada bibit tanaman tanpa merusak akar. Nah, sisa campuran tanah dan pukan bisa dimasukkan setelahnya.
Izay menyarankan untuk memberikan tiang penyangga pada bibit tanaman. Tujuannya, menyangga bibit dari terpaan angin. Terakhir, pastikan bibit tanaman alpukat disiram setiap hari pada tiga bulan pertama. Tentu itu disesuaikan dengan kondisi cuaca. Jika hujan, volume airnya bisa dikurangi. (*)
Reporter: JP Group