Sabtu, 20 April 2024

Tanaman Hias Tilansia, Hidup Menempel di Media Lain Tapi Bukan Parasit

Berita Terkait

PERAWATAN MUDAH: Tilansia. (HANUNG HAMBARA/JAWA POS)

batampos – Tanaman hias Tilansia, hidup menempel di media lain tapi bukan parasit. Karakteristik tilansia memang terkenal sebagai air plants.

Sebab, tanaman itu bisa hidup tanpa media tanaman pada umumnya, tapi dengan media udara. Jadi, tanaman tersebut bisa tetap hidup ketika menggantung di udara tanpa perlu tanah.

Jadi bagi penyuka tanaman hias yang ingin tanaman tanpa kerumitan perawatan, tilansia atau tillandsia bisa menjadi alternatif untuk dipilih.

Kemudahan dalam perawatan memang menjadi keunggulan utama tanaman tilansia. Hal itu pula yang melatarbelakangi Himawan Sendjaya, salah seorang kolektor tanaman endemik asal negara-negara Amerika Tengah seperti Meksiko, Honduras, atau Guatemala tersebut.

”Punya tilansia sejak 2005. Tapi, koleksi serius pada 2010-an,” ujar Himawan saat ditemui di kediamannya di Jakarta Barat.

Masih Himawan, secara umum iklim di berbagai daerah di Indonesia cocok untuk tanaman tersebut. Namun, ada dua karakteristik yang sedikit membedakan penanganannya.

Untuk tipe mesic, tanaman tilansia lebih suka di tempat teduh dengan kelembapan tinggi. Tidak cocok terkena sinar matahari langsung.

Sementara itu, tipe xeric relatif lebih senang mendapat pancaran matahari langsung. Tipe xeric umumnya ditandai dengan warna daun yang lebih hijau dan bulu-bulu putih lebih lebat.

Selain pengaruh matahari, tilansia disarankan berada di tempat dengan sirkulasi udara yang baik. ”Dan jangan lupa disiram,” kata Himawan.

Ya, meski tidak hidup di tanah, tilansia membutuhkan nutrisi. Untuk penyiraman, intensitasnya sangat bergantung pada lingkungan dan cuaca.

Prinsipnya sangat sederhana. ’’Di daerah kering atau saat musim kemarau, penyiraman harus lebih sering. Bisa dilakukan tiga hari sekali,’’ paparnya.

PERAWATAN MUDAH: Himawan Sendjaya menunjukkan koleksi tilansia miliknya. Dia mulai serius mengoleksi tilansia sejak 2010. (HANUNG HAMBARA/JAWA POS)

’’Kalau di tempat saya banyak rumput tanaman, kelembapan di sekitar bagus. Jadi, penyiraman cukup seminggu dua minggu sekali,’’ lanjutnya.

Pada musim hujan, pria lulusan ilmu tanah itu mengaku tidak pernah melakukan penyiraman. Sebab, tilansia cukup sensitif terhadap air. Bila terlalu banyak dan menggenang di sela-sela daun, air itu bisa memunculkan pembusukan.

Sejak awal, Himawan mengaku memang ingin punya tanaman hias yang low maintenance tapi cantik.
Untuk tumbuh, tilansia menempel pada tanaman atau media tertentu. Bisa di besi, kayu, atau bahkan pohon lain selama memungkinkan. ’’Tapi, bukan parasit ya,’’ lanjutnya.

Media bagi tilansia bukan faktor utama untuk hidup. Akar tidak berfungsi mencari nutrisi di tanah sebagaimana tanaman umumnya. Melainkan lebih berfungsi sebagai ’’pegangan’’ pada media yang dihinggapinya. ’’Persentase fungsi akar untuk serap nutrisi sekitar 20 persen saja,’’ imbuhnya.

Baca juga: Bunga Wijayakusuma, Mekar Tak Lebih dari 24 Jam, Jadi Momen Langka

Bagian tubuh utama yang bekerja untuk menyerap nutrisi adalah trikoma. Yakni, kumpulan sel-sel yang banyak menempel pada daun dengan kemampuan serap nutrisi yang kuat. Biasanya berwarna bintik putih pada daun-daun tilansia.

Nah, yang paling utama bagi ekosistem tilansia adalah lingkungan. Di habitatnya, tilansia kerap berpindah dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tiupan angin. Jika menemukan lingkungan yang cocok, ia mengeluarkan akar lebih banyak untuk mencengkeram dan menetap di situ.

Saat menjadi tanaman hias, karakter itu tidak hilang. Jika berada di tempat yang tepat, akar-akarnya akan tumbuh dengan lebat. ’’Akar salah satu indikator tilansia suka tinggal. Kalau habitat tidak cocok, akar keluar sedikit lama,’’ kata alumnus IPB itu.

Bagi yang ingin memiliki tilansia dengan kegemukan yang lebih besar, Himawan menyarankan pemberian pupuk berupa pupuk daun. Itu pun dilakukan dengan dosis yang rendah. Dia mengumpamakan, bila pada tanaman lain 5 gram untuk 10 liter, bagi tilansia bisa ditakar 5 gram untuk 40 liter.

Hal lain yang unik dari tilansia ialah sistem perkembangbiakannya yang cukup produktif. Biasanya tilansia dewasa yang ditandai dengan berbunga mengeluarkan tunas-tunas baru sebelum mati.

Ada beberapa jenis yang pelit atau hanya melahirkan satu tunas, tapi umumnya bisa menghasilkan tiga tunas. ’’Pola mati satu tumbuh tiga membuat tilansia relatif cocok untuk dibudidayakan. Terlebih, memiliki nilai ekonomis yang cukup baik,’’ terangnya.

Untuk tillandsia diguetii misalnya, harga jualnya mencapai Rp 2 juta per pohon. Sementara yang termurah, tillandsia ionanta rubra, masih bisa dilego dengan harga Rp 50 ribuan. ’’Ionata rubra ini cocok untuk pemula,’’ kata Himawan.

Jenis itu bisa menjadi uji coba untuk mempelajari pola perawatannya. ’’Kalau langsung yang mahal, mati sayang duitnya,’’ imbuhnya. (*)

Reporter : JPGroup

Update