batampos – Buah tin asal Mediterania dan Asia Barat ini populer di Indonesia. Yang unik, meski bukan tanaman asli iklim tropis, tin mampu beradaptasi di tanah air.
Kendati tanaman ini sudah populer sekitar lima tahun lalu, namun popularitasnya masih terjaga, Peminatnya masih relatif tinggi dengan harga yang masih terjaga baik.
Yang membuat tin bisa beradaptasi di iklim tropis, menurut Ridwan, pekebun buah tin di Balas Klumprik Surabaya Barat ini karena tanaman tersebut menyukai lembab, cuaca hangat dan kering tapi tak tahan dengan paparan hujan. Jika dirawat dengan benar, tin mudah berbuah. Ini terlihat di kebun tin Ridwan. Beragam jenia tin tumbuh subur dengan buah yang rimbun baik berukuran besar maupun kecil.
Pemilik lapak online Arafah Garden itu menjelaskan, tin memerlukan media tanam yang lembap. ’’Lembap tapi meneruskan air dengan baik, jadi nggak tergenang. Biasanya pakai campuran sekam, kompos, dan pupuk kotoran hewan,’’ papar Ridwan.
Dolomite juga bisa ditambahkan untuk menetralkan keasaman tanah. Ridwan menjelaskan, campuran itu sebaiknya difermentasi lebih dulu dengan bantuan eco enzyme selama 2–4 minggu.
Berbeda dengan media tanam yang harus lembap, tanaman tin menggemari cuaca hangat dan kering. Musim hujan bisa mendatangkan penyakit bila tidak ada antisipasi yang baik. Ridwan menuturkan, salah satu hal yang paling umum adalah daun bebercak mirip karat. Paparan hujan terlalu lama bisa memicu pertumbuhan jamur karat yang dapat menyebar ke seluruh daun.
’’Kalau sudah terkena, biasanya diberi fungisida sesuai dosis. Cara mencegahnya, tin sebaiknya diberi pelindung,” terang pria yang menekuni bisnis tanaman buah tersebut.
Selain merusak daun, paparan hujan juga bisa membuat buah pecah. Meski belum matang atau mencapai ukuran optimal, tin bakal ’’mekar” karena overwatering. Rasa buah pun tak akan baik karena terlalu banyak menerima air.
Untuk menyiasatinya, Ridwan membuat greenhouse dengan atap plastik bening dan dinding kasa halus. Itu juga berguna untuk menghalau serangga. ’’Sebenarnya, buah atau bunganya tin nggak menarik serangga. Tapi, karena kebunnya campur dengan tanaman lain, jadi rawan kupu-kupu atau kebul (kutu putih),” ujar Ridwan. Dia pun menyarankan agar pemberantasan serangga dilakukan sejak dini dengan cara manual.
Ridwan melanjutkan, di ’’dunia” tin, harga ditentukan oleh berbagai aspek. Tanaman dengan tampilan unik biasanya dibanderol dengan harga relatif tinggi. Misalnya, jolly tiger variegated yang punya ciri khas daun dan buah belang. Variegata juga ditemui di panachee, yang buahnya berwarna semburat hijau-putih dengan bulu tipis. Meski demikian, merawat dua jenis tin belang itu terbilang tidak mudah.
Lantaran merupakan kelainan produksi klorofil, daun dengan warna dominan pucat pun rentan terkena penyakit dan gosong. Ridwan tidak menyarankan dua jenis itu karena daya tahan yang buruk. Menurutnya, pekebun pemula bisa memilih jenis green jordan, iraqi, dan brown turkey. Ketiganya mudah beradaptasi dan genjah atau mudah berbuah. Tak perlu menunggu tinggi, tanaman mulai berbuah.
Nah, bagi pekebun yang mengincar tanaman produktif, masui dauphine bisa jadi pilihan. Tin hasil pengembangan Jepang itu dikenal memiliki buah yang berderet sepanjang cabang. Dengan catatan, tanaman mendapat nutrisi yang cukup dan tidak diterpa hujan.
Salah satu primadona di kebun Ridwan adalah UCR 143-36, tin hasil pengembangan University of California, Riverside, yang juga dikenal dengan nama emerald strawberry. ’’Bobotnya bisa sampai 100 g per buah,” ucapnya. Selain itu, jenis tin yang kerap diperjualbelikan buahnya adalah Taiwan golden fig atau TGF jumbo yang berwarna merah gelap. (*)
Reporter : Jpgroup