Kamis, 25 April 2024

Mengunjungi Kota Terlarang di Tiongkok

Berita Terkait

Gate utama Istana Kota Terlarang atau The Forbidden City, salah satu objek wisata di Beijing. F Daniel Mathis

batampos – Tiongkok mulai membuka pintu wisata bagi para pelancong sejak pandemi Covid-19 disinyalir berasal dari Wuhan, salah satu kota di negeri itu. Salah satu tempat wisata yang layak dikunjungi di sana yakni Kota Terlarang atau oleh dunia dikenal sebagai The Forbidden City.

Juli hingga Agustus merupakan waktu terbaik berwisata ke Tiongkok. Mengapa? Karena itu bertepatan dengan musim panas. Industri pariwisata bergeliat pada musim panas. Musim ini selalu menjadi favorit pelancong selain musim dingin yang berbarengan dengan libur Imlek.

Liburan musim panas tahun ini suhu udara di berbagai wilayah Tiongkok sangat tinggi, bahkan menyentuh angka 40 derajat Celcius, sampai-sampai otoritas setempat beberapa kali memperbarui peringatan dini akan datangnya gelombang panas. Walau begitu, beberapa objek wisata tetap saja ramai seakan mengabaikan peringatan tersebut.

Demikian pula dengan Istana Kota Terlarang yang berada persis di seberang Lapangan Tiananmen, tonggak nol kilometer Kota Beijing yang juga tercatat dalam sejarah atas terjadinya tragedi berdarah pada 4 Juni 1989 lalu.

Pada Senin, semua objek wisata di Tiongkok tanpa terkecuali Istana Kota Terlarang di Beijing, ditutup untuk umum.

Sesuai dengan peraturan permuseuman yang berlaku secara global, Senin menjadi waktu yang tepat bagi pengelola untuk pembenahan, perbaikan, dan perawatan museum.

Apalagi untuk Istana Kota Terlarang yang luasnya mencapai 72 hektare itu, tentu pemeliharaan dan perawatannya tidak sesederhana museum-museum pada umumnya. Kalau Senin tutup, maka Selasa akan menjadi puncak kunjungan wisatawan selain Minggu.

Para pengunjung Istana Kota Terlarang tidak hanya dapat melihat-lihat bangunan kuno yang didirikan pada 1406 hingga 1420 sejak era Dinasti Ming hingga Dinasti Qing itu. Namun, pengunjung juga bisa melihat beberapa koleksi kuno, meskipun sangat terbatas karena sebagian besar telah diboyong oleh Chiang Kai Shek ke Taiwan setelah rezim Republik Tiongkok tumbang di bawah pimpinan Mao Zedong.

Saat situasi perang saudara yang melibatkan tentara komunis pimpinan Mao Zedong melawan tentara nasional (Kuomintang) pimpinan Chiang Kai Shek memburuk pada 1948, pihak Museum Istana Nasional Beijing yang menempati Kota Terlarang membuat keputusan memindahkan sebagian besar koleksinya ke Taiwan.

Hang Li Wu selaku direktur museum mengawasi pengangkutan benda-benda bernilai sejarah, seperti patung, peralatan rumah tangga, perhiasan, pakaian, piranti perang dan lain sebagainya itu dari pelabuhan Nanjing di pesisir timur daratan luas Tiongkok menuju pelabuhan Keelung di pesisir utara Pulau Tawan selama Desember 1948 hingga Februari 1949.

Pada saat komunis berhasil memukul mundur nasionalis hingga Chiang Kai Shek dan para pengikutnya menyeberang ke Taiwan, koleksi museum Istana Kota Terlarang sudah terkuras.

Saking banyaknya koleksi tersebut, pengunjung Museum Nasional Taiwan yang berada di pinggiran Kota Taipei tidak akan bisa mendapati lagi koleksi yang sama pada kunjungan beberapa bulan atau beberapa tahun berikutnya karena pihak pengelola memajang koleksi-koleksi tersebut secara bergantian dan berkala.

Bagaimana dengan koleksi di Istana Kota Terlarang Beijing? Para pengunjung masih bisa mendapatkan momentum yang tidak kalah menariknya, yakni pengibaran bendera nasional Tiongkok di Lapangan Tiananmen setiap sore oleh sepasukan pengibar bendera dari personel Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA).

Satu lagi, wisatawan juga masih bisa bertandang menuju bangunan mausoleum di ujung selatan Lapangan Tiananmen. Di dalam bangunan megah itulah, jasad Mao Zedong yang telah diawetkan dalam kaca kristal dibaringkan.

Setelah lelah berkeliling di Istana Museum Kota Terlarang dan menyusuri Lapangan Tiananmen, para pengunjung masih berkesempatan memanjakan lidah di pusat jajanan tradisional khas Beijing kuno di Qianmen yang tinggal menyeberang jalan raya dari mausoleum.

Oh ya, mengapa kompleks istana kuno Guong Bowuyuan (Museum Nasional,red) di titik nol Kota Beijing ini disebut Kota Terlarang? Beberapa literatur sejarah menyebut “Forbidden City” atau “Kota Terlarang” karena kawasan itu pada masa kekaisaran Dinasti Ming dan Dinasti Qing sangat terlarang dikunjungi bagi masyarakat umum.

Hanya permaisuri, para selir, keluarga, dan punggawa-punggawa kerajaan saja yang boleh memasuki areal itu. Konon saking banyaknya selir, raja atau kaisar tidak mengenai mereka satu per satu.

Namun sejak kaum revolusioner pimpinan Dr Sun Yat Sen berhasil meruntuhkan sistem feodalisme yang terakhir kali dipegang oleh Kaisar Puyi, maka Istana Kota Terlarang tak lagi terlarang. Sejak 1912 atau sejak pertama kali terbentuknya pemerintahan Republik China, rakyat biasa sudah diperbolehkan memasuki kompleks tersebut.

Istana Kota Terlarang yang terdiri atas 980 unit bangunan dan terbagi dalam 8.886 ruang dan kamar telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO sejak 1987. Sejak saat itu pula Istana Kota Terlarang menjadi salah satu objek wisata yang mampu menarik minat pelancong mancanegara.

Istana Kota Terlarang bersama dengan Tembok Besar yang sama-sama berlokasi di Beijing namun beda distrik itu, menjadi ikon terbesar pariwisata Tiongkok yang turut memberikan andil signifikan terhadap pendapatan negara dari sektor pariwisata.

Sejak 2012, Istana Kota Terlarang dikunjungi 14 juta wisatawan setiap tahun. Bahkan pada 2019 jumlah kunjungan telah mencapai angka 19 juta.

Pada 2018, Istana Kota Terlarang berhasil meraup pendapatan hingga mencapai 70 miliar dolar AS (kalau dikonversikan rupiah untuk kurs saat ini bisa mencapai Rp1,04 triliun) sehingga pada saat itu menjadikannya sebagai istana paling bernilai sekaligus properti paling berharga di dunia.

Namun era kunjungan yang fantastis dan pendapatan yang sangat melimpah itu kini sudah lewat. Pembatasan jumlah pengunjung sebagai dampak dari pemberlakuan kebijakan protokol kesehatan antipandemi COVID-19 yang kelewat ketat berpengaruh signifkan terhadap pundi-pundi Istana Kota Terlarang.

Jumlah pengunjung Istana Kota Terlarang dibatasi hanya 5.000 orang per hari. Bandingkan dengan sebelum pandemi yang bisa mencapai 80.000 pengunjung per hari.

Di era pandemi saat ini, mengunjungi istana ini, para pengunjung wajib mengisi surat perjanjian lewat formulir melalui aplikasi yang telah disediakan oleh pihak pengelola dengan mengunggah data diri, sertifikat vaksin penguat COVID-19, dan hasil tes negatif PCR yang berlaku dalam tempo 72 jam.

Hanya pengunjung yang telah mendapatkan persetujuan dari pengelola yang bisa memasuki kompleks istana kerajaan di pusat Kota Beijing itu. Itu pun, durasi eksplorasi di dalam lokasi dibatasi, tidak boleh lebih dari dua jam.

Jadi, bagi yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan di atas pasti akan dilarang memasuki areal Istana Kota Terlarang, termasuk pula di halaman luarnya, baik yang menghadap ke Lapangan Tiananmen maupun ke bukit Jingshan.

Ada tiga lapis penjagaan aparat keamanan yang harus dilewati sebelum memasuki pintu gerbang Istana Kota Terlarang. Lapis terluar yang dijaga petugas keamanan berseragam hitam-hitam akan mengecek kartu kesehatan yang mencantumkan identitas diri, kartu vaksin, hasil tes PCR, dan riwayat perjalanan.

Di lapis kedua, petugas keamanan berseragam putih-hitam tua akan melihat hasil pemindaian persetujuan kunjungan dari pengelola Istana Kota Terlarang.

Kemudian lapis ketiga yang dijaga oleh aparat kepolisian berseragam biru laut-biru tua akan memotret wajah pengunjung melalui kamera pemindai, kartu identitas kependudukan atau dokumen perjalanan, dan pengecekan barang bawaan pengunjung menggunakan detektor metal. Tertarik mengunjungi Kota Terlarang? (*)

Sumber: Antara

Update